*Karomah Abu Bakar Ash-Sidiq R.a Yang Mengetahui Kematiannya*
‘Aisyah bercerita, ‘Ayahku (Abu Bakar Ash-Shiddiq) memberiku 20 wasaq
kurma (1 wasaq = 60 gantang) dari hasil kebunnya di hutan. Menjelang
wafat, beliau berwasiat, `Demi Allah, wahai putriku, tidak ada seorang
pun yang lebih aku cintai ketika aku kaya selain engkau, dan lebih aku
muliakan ketika miskin selain engkau. Aku hanya bisa mewariskan 20 wasaq
kurma, dan jika lebih, itu menjadi milikmu. Namun, pada hari ini, itu
adalah harta warisan untuk dua saudara laki-laki dan dua saudara
perempuanmu, maka bagilah sesuai aturan Al-Qur’an.’
Lalu aku berkata, “Ayah, demi Allah, beberapa pun jumlah harta itu, aku
akan memberikannya untuk Asma’, dan untuk siapa lagi ya?’”
Abu Bakar menjawab, `Untuk anak perempuan yang akan lahir.”‘ (Hadis shahih dari `Urwah bin Zubair)
Menurut Al Taj al-Subki, kisah di atas menjelaskan bahwa Abu Bakar Ash Shidiq R.a. memiliki dua karomah.
Pertama, mengetahui hari kematiannya ketika sakit, seperti diungkapkan
dalam perkataannya, “Pada hari ini, itu adalah harta warisan.”
Kedua, mengetahui bahwa anaknya yang akan lahir adalah perempuan. Abu
Bakar mengungkapkan rahasia tersebut untuk meminta kebaikan hari Aisyah
agar memberikan apa yang telah diwariskan kepadanya kepada
saudara-saudaranya, memberitahukan kepadanya tentang ketentuan-ketentuan
ukuran yang tepat, memberitahukan bahwa harta tersebut adalah harta
warisan dan bahwa ia memiliki dua saudara perempuan dan dua saudara
laki-laki.
Indikasi yang menunjukkan bahwa Abu Bakar meminta kebaikan hati ‘Aisyah
adalah ucapannya yang menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang ia
cintai ketika ia kaya selain `Aisyah (puterinya). Adapun ucapannya yang
menyatakan bahwa warisan itu untuk dua saudara laki-laki dan dua saudara
perempuanmu menunjukkan bahwa mereka bukan orang asing atau kerabat
jauh.
Ketika menafsirkan surah Al-Kahfi, Fakhrurrazi sedikit mengungkapkan
karamah para sahabat, di antaranya karamah Abu Bakar R.a. Ketika jenazah
Abu Abu Bakar dibawa menuju pintu makam Nabi Saw, jenazahnya
mengucapkan “Assalamu ‘alaika yaa Rasulullah, Ini aku Abu Bakar telah
sampai di pintumu.”
Mendadak pintu makam Nabi terbuka dan terdengar suara tanpa rupa dari makam, “Masuklah wahai kekasihku ( Abu Bakar )”
*Karomah Abu Bakar R.a, Makanan Jadi Lebih Banyak*
Kisah ini diceritakan oleh ‘Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shidiq R.a,
bahwa ayahnya datang bersama tiga orang tamu hendak pergi makan malam
dengan Nabi Muhammad Saw. Kemudian mereka datang setelah lewat malam.
Isteri Abu Bakar bertanya, “Apa yang bisa kau suguhkan untuk tamumu?”
Abu Bakar balik bertanya, “Apa yang kau miliki untuk menjamu makan malam mereka?”
Sang isteri menjawab, ‘Aku telah bersiap-siap menunggu engkau datang.”
Abu Bakar berkata, “Demi Allah, aku tidak akan bisa menjamu mereka selamanya.”
Abu Bakar mempersilakan para tamunya makan. Salah seorang tamunya
berujar, “Demi Allah, setiap kami mengambil sesuap makanan, makanan itu
menjadi bertambah banyak. Kami merasa kenyang, tetapi makanan itu malah
menjadi lebih banyak dari sebelumnya.”
Abu Bakar melihat makanan itu tetap seperti semula, bahkan jadi lebih
banyak, lalu dia bertanya kepada istrinya, “Hai ukhti Bani Firas, apa
yang terjadi?”
Sang isteri menjawab, “Mataku tidak salah melihat, makanan ini menjadi tiga kali lebih banyak dari sebelumnya.”
Abu Bakar menyantap makanan itu, lalu berkata, “Ini pasti ulah setan.”
Akhirnya Abu Bakar membawa makanan itu kepada Rasulullah Saw dan
meletakkannya di hadapan beliau. Pada waktu itu, sedang ada pertemuan
antara katun muslimin dan satu kaum. Mereka dibagi menjadi 12 kelompok,
hanya Allah Yang Maha Tahu berapa jumlah keseluruhan hadirin. Beliau
menyuruh mereka menikmati makanan itu, dan mereka semua menikmati
makanan yang dibawa Abu Bakar. (HR Bukhari dan Muslim)
*Karomah Amirul Mukminin Umar bin Khattab R.a*
Umar bin Khattab adalah sahabat Rasul yang diberi karomah dapat
berbicara dengan Tuhan. Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh pada umat
terdahulu terdapat Muhaddatsun, yakni orang-orang yang berbicara dengan
Tuhan. Jika salah seorang mereka ada pada umatku, maka tentu Umar bin
al-Khattab”.
Allah Swt telah memberikan al-firasah kepada al-muhaddats (seorang Wali
mitra dialog Allah Swt) karena hijab di antara Wali dengan Allah Swt
sudah terangkat, Firasat seperti inilah yang dialami oleh Umar bin
Khattab ketika beliau berdasar ilham berbicara dimimbar di madinah
(sedang ceramah di masjid nabawi), memberikan perintah kepada Sariyah
ibn Zunaym, panglima tentaranya (yang pada saat itu sedang berperang dan
tentaranya kocar-kacir terkepung pasukan kafir di Irak/persia).
Umar bin Khattab berkata (berteriak) : “Wahai Sariyah ibn Zunaym, di atas bukit! di atas bukit!”.
Para tentara (muslimin) yang sedang berperang di Irak itu mendengar
perintah Umar bin Khattab, padahal mereka berada di tempat yang sangat
jauh dalam jarak perjalanan satu bulan dari madinah.
Mereka (pasukan muslimin) kemudian menuju ke atas bukit itu dan
memperoleh kemenangan atas musuh, berkat pertolongan Allah Swt melalui
perintah Umar bin Khattab R.a tersebut” (Apakah Wali itu ada?)
*Karomah Anas bin Malik R.a dan Umar bin Khottob R.a*
Sosok Anas bin Malik R.a sangatlah sederhana. Anas bin Malik sebagai
seorang sahabat banyak sekali memiliki kekurangan. Anas adalah orang
yang tidak memiliki keahlian, apalagi dalam hal berperang serta dikenal
kurang pintar. Namun Umar bin Khattab malah memberikan Anas kepercayaan
untuk selalu mendampinginya dalam melakukan perjalanan mensyiarkan
syariat islam.
Dibalik kekurangannya itu, Anas ternyata seorang yang taat dalam
beribadah. Selain itu kebaikan hati yang ia miliki menjadikan Umar bin
Khattab semakin mempercayainya. Suatu hari Umar mengajak Anas untuk
mendampinginya melakukan perjalanan menuju suatu daerah. “Anas bin
Malik, maukah kau menemaniku melakukan perjalanan?” tanya Umar bin
Khattab pada Anas yang sedang berdzikir.
Ternyata Anas diam tidak menjawab pertanyaan Umar bin Khattab. Sehingga
Umar bin Khattab bergegas meninggalkan Anas karena mengira tidak mau
menemaninya.
DIKEPUNG PERAMPOK
Jauh sudah perjalanan Umar bin Khattab dalam melakukan perjalanan, tapi
tanpa disadari Umar bin Khattab, Anas sudah berada dibelakangnya. Anas
yang sudah ketinggalan jauh tiba-tiba berada didekat Umar bin Khattab.
Umar bin Khattab yang baru menyadari itu langsung tercengang karena
kaget. “Sejak kapan kau berada dibelakangku?” tanya Umar bin Khattab
pada Anas
“Aku mulai berangkat menyusulmu seusai sholat ashar dan aku melihat
bayanganmu, akhirnya aku ada dibelakangmu “ jawab Anas dengan lugunya.
Betapa Umar bin Khattab makin terkejut, karena ia berangkat sudah sehari
sebelumnya, tepatnya seusai sholat malam ia baru memulai perjalanan. Ia
yakin perjalanan yang ia tempuh sudah sangat jauh. Tapi Anas yang baru
saja berangkat langsung bisa menyusulnya. Walaupun Umar bin Khattab
terkagum-kagum menyadari keajaiban itu, Umar bin Khattab hanya hanya
diam dan tersenyum sendiri.
Pada perjalanan malam, sampailah mereka ditempat yang sangat sepi dan
gelap. Mereka memutuskan untuk beristirahat. Tidak lama beristirahat,
tiba-tiba ada lima perampok. Anas yang tidak memiliki keahlian apapun
sangat kebingungan, karena tidak tahu harus melakukan apa untuk
menyelamatkan Umar bin Khattab. Akhirnya Anas mengajak Umar bin Khattab
untuk menaiki kuda dan mengendalikan kudanya sekencang-kencangnya.
Namun, perampok itu juga menaiki kudanya dan lebih kencang dari mereka
berdua. Perampok itu terus mengejar Umar bin Khattab dan Anas.
Sampai akhirnya perampok itu berhasil menyusul Anas dan Umar bin
Khattab. Perampok itu mengeluarkan pisau untuk menodong. Anas yang kala
itu berdo’a terus agar bisa melakukan sesuatu untuk menyelamatkan Umar
bin Khattab, secara tiba-tiba kuda perampok itu langsung berhenti dan
tidak mau digerakkan. Ternyata do’a Anas adalah, “Ya Allah, aku mohon
hentikan kuda perampok itu”.
BERKUDA DI LAUT
Anas dan Umar bin Khattab terus menunggangi kuda dengan sangat kencang
dan mereka tidak memperhatikan jalan yang mereka lewati, sampai akhirnya
mereka tersesat disuatu tempat yang sudah tidak ada jalan dan
didepannya hanya ada laut. Belum sempat Umar bin Khattab menuturkan satu
kata pun pada Anas, Anas langsung bertanya, “Kenapa berhenti hai wahai
Umar Ibn Khattab?”
“Bagaimana aku bisa menjalankan kuda ini, jika jalan yang harus kita lewati adalah laut” jawab Umar bin Khattab
“Insya Allah kita bisa melewati jalan ini, Bismillah” tutur Anas sembari
menjalankan kudanya menyebarangi laut yang berada didepannya.
Umar bin Khattab pun langsung mengikuti Anas dan betapa terkejutnya Umar
bin Khattab, karena ia dan Anas benar-benar bisa melewati lautan yang
luas itu. Kuda terus berjalan seolah terbang di atas lautan. Setibanya
didaratan, Umar bin Khattab meminta Anas untuk beristirahat.
“Baiklah Umar, kita istirahat disini, aku juga sangat lelah” jawab Anas
Sewaktu Anas pergi untuk mencari buah-buahan, Umar bin Khattab terkejut
setelah menyentuh kaki kudanya yang tetap kering meski melewati lautan,
“Sungguh keajaiban” tutur Umar bin Khattab dalam hati. (Kisah Hikmah,
2011)
Anas dan Umar bin Khattab terus menunggangi kuda dengan sangat kencang
dan mereka tidak memperhatikan jalan yang mereka lewati, sampai akhirnya
mereka tersesat disuatu tempat yang sudah tidak ada jalan dan
didepannya hanya ada laut. Belum sempat Umar bin Khattab menuturkan satu
kata pun pada Anas, Anas langsung bertanya, “Kenapa berhenti hai wahai
Umar Ibn Khattab?”
“Bagaimana aku bisa menjalankan kuda ini, jika jalan yang harus kita lewati adalah laut” jawab Umar bin Khattab
“Insya Allah kita bisa melewati jalan ini, Bismillah” tutur Anas sembari
menjalankan kudanya menyebarangi laut yang berada didepannya.
Umar bin Khattab pun langsung mengikuti Anas dan betapa terkejutnya Umar
bin Khattab, karena ia dan Anas benar-benar bisa melewati lautan yang
luas itu. Kuda terus berjalan seolah terbang di atas lautan. Setibanya
didaratan, Umar bin Khattab meminta Anas untuk beristirahat.
“Baiklah Umar, kita istirahat disini, aku juga sangat lelah” jawab Anas
Sewaktu Anas pergi untuk mencari buah-buahan, Umar bin Khattab terkejut
setelah menyentuh kaki kudanya yang tetap kering meski melewati lautan,
“Sungguh keajaiban” tutur Umar bin Khattab dalam hati. (Kisah Hikmah,
2011)
*Kisah Karomah Utsman bin ‘Affan R.a*
Dalam kitab Al-Thabaqat, Taj al-Subki menceritakan bahwa ada seorang
laki-laki bertamu kepada Utsman. Laki-laki tersebut baru saja bertemu
dengan seorang perempuan di tengah jalan, lalu ia menghayalkannya.
Utsman berkata kepada laki-laki itu, “Aku melihat ada bekas zinah di matamu.”
Laki-laki itu bertanya, “Apakah wahyu masih diturunkan setelah Rasulullah Saw wafat?”
Utsman menjawab, “Tidak, ini adalah firasat seorang mukmin.”
Utsman bin Affan R.a. mengatakan hal tersebut untuk mendidik dan menegur
laki-laki itu agar tidak mengulangi apa yang telah
dilakukannya.Selanjutnya Taj al-Subki menjelaskan bahwa bila seseorang
hatinya jernih, maka ia akan melihat dengan nur Allah, sehingga ia bisa
mengetahui apakah yang dilihatnya itu kotor atau bersih.
Maqam orang-orang seperti itu berbeda-beda. Ada yang mengetahui bahwa
yang dilihatnya itu kotor tetapi ia tidak mengetahui sebabnya. Ada yang
maqamnya lebih tinggi karena mengetahui sebab kotornya, seperti Utsman R
.a. Ketika ada seorang laki-laki datang kepadanya, `Utsman dapat
melihat bahwa hati orang itu kotor dan mengetahui sebabnya yakni karena
menghayalkan seorang perempuan.
Ibnu Umar bin Khattab R.a menceritakan bahwa Jahjah al- Ghifari
mendekati Utsman bin Affan R.a. yang sedang berada di atas mimbar.
Jahjah merebut tongkat Utsman, lalu mematahkannya. Belum lewat setahun,
Allah Swt menimpakan penyakit yang menggerogoti tangan Jahjah, hingga
merenggut kematiannya. (Riwayat Al-Barudi dan Ibnu Sakan)
Kisah Karomah Ali bin Abi Thalib R.a : Menyembuhkan Orang Lumpuh
Kisah Ali bin Abi Tholib R.a ini terdapat dalam kitab Al-Tabaqat, Taj
al-Subki meriwayatkan bahwa pada suatu malam, Ali bin Abi Tholib R.a dan
kedua anaknya, Hasan R.a dan Husein R.a mendengar seseorang bersyair :
“Hai Dzat yang mengabulkan do’a orang yang terhimpit kedzaliman
Wahai Dzat yang menghilangkan penderitaan, bencana, dan sakit
Utusan-Mu tertidur di rumah Rasulullah sedang orang-orang kafir mengepungnya
Dan Engkau Yang Maha Hidup lagi Maha Tegak tidak pernah tidur
Dengan kemurahan-Mu, ampunilah dosa- dosaku
Wahai Dzat tempat berharap makhluk di Masjidil Haram
Kalau ampunan-Mu tidak bisa diharapkan oleh orang yang bersalah
Siapa yang akan meng-anugerahi nikmat kepada orang-orang yang durhaka.”
Ali bin Abi Thalib R.a lalu menyuruh orang mencari si pelantun syair
itu. Pelantun syair itu datang menghadap Ali bin Abi Thalib seraya
berkata, “Aku, yaa Amirul mukminin!”
Laki- laki itu menghadap sambil menyeret sebelah kanan tubuhnya, lalu berhenti di hadapan Ali bin Abi Thalib R.a.
Ali bin Abi Thalib R.a bertanya, “Aku telah mendengar syairmu, apa yang menimpamu?”
Laki-laki itu menjawab, “Dulu aku sibuk memainkan alat musik dan
melakukan kemaksiatan, padahal ayahku sudah menasihatiku bahwa Allah
memiliki kekuasaan dan siksaan yang pasti akan menimpa orang-orang
dzalim. Karena ayah terus-menerus menasihati, aku memukulnya. Karenanya,
ayahku bersumpah akan mendo’akan keburukan untukku, lalu ia pergi ke
Mekkah untuk memohon pertolongan Allah. Ia berdo’a, belum selesai ia
berdo’a, tubuh sebelah kananku tiba-tiba lumpuh. Aku menyesal atas semua
yang telah aku lakukan, maka aku meminta belas kasihan dan ridha ayahku
sampal la berjanji akan mendo’akan kebaikan untukku jika Ali mau
berdo’a untukku. Aku mengendarai untanya, unta betina itu melaju sangat
kencang sampai terlempar di antara dua batu besar, lalu mati di sana.”
Ali bin Abi Tholib R.a lalu berkata, “Allah akan meridhaimu, kalau ayahmu meridhaimu.”
Laki-laki itu menjawab, “Demi Allah, demikianlah yang terjadi.”
Kemudian Ali berdiri, shalat beberapa rakaat, dan berdo’a kepada Allah
dengan pelan, kemudian berkata, “Hai orang yang diberkahi, bangkitlah!”
Laki-laki itu berdiri, berjalan, dan kembali sehat seperti sedia kala.
”Jika engkau tidak bersumpah bahwa ayahmu akan meridhaimu, maka aku
tidak akan mendo’akan kebaikan untukmu.” `Kata Ali bin Abi Tholib
No comments:
Post a Comment